SENIN - Harian Metro, koran terbesar di MalingSea, telah menuduh Bandung sebagai kota pelacuran dengan menulis headline di halaman satu, Minggu (6/1), dengan judul "Mini Bandung" Pusat Maksiat Pekerja Kilang (Pabrik).
Harian berbahasa Melayu itu menurunkan berita, mengenai operasi Jabatan Agama Islam Pulau Pinang (Jaipp) dan polisi, Sabtu (5/1) jam 11 malam atau malam minggu, di sebuah apartemen (pangsapuri) di Paya Terubong di Pulau Pinang, yang diduga sebagai tempat kegiatan maksiat atau pelacuran yang dikenal sebagai "Mini Bandung".
Dalam operasi itu, Jaipp menemukan seorang laki-laki WNI (31 tahun) dan pasangannya (27 tahun), keduanya WNI dalam keadaan telanjang bulat dalam sebuah kamar di lantai 17. Dalam berita itu tidak ditulis apakah kedua WNI itu merupakan orang Bandung atau Jawa Barat.
Menurut berita itu, apartemen itu tidak banyak penghuninya sehingga menarik untuk disewa oleh para pengusaha untuk tempat tinggal para pekerjanya. "Apabila ramai pekerja wanita asing di sini maka ia membawa kepada kehadiran lelaki hidung belang sekaligus menjadikan kawasan itu seolah-olah tempat pesta di malam minggu," kata Jaafar Ismail, dari Jaipp.
Dia juga mengatakan, sebagian besar wanita di apartemen itu dijadikan istri simpanan warga MalingSea yang menyewa apartemen itu karena sewanya murah antara 250 hingga 300 ringgit.
Seorang polisi turut mengatakan, berdasarkan laporan masyarakat, apartemen itu dikenal sebagai lokasi pelacuran yang melibatkan pekerja wanita asing.
Sementara itu, juru bicara KBRI Kuala Lumpur Eka A Suripto, menyesalkan Harian Metro yang menurunkan berita itu menjadi headline halaman 1 dengan judul "Mini Bandung Pusat Maksiat Pekerja Kilang" karena dari operasi itu hanya ditemukan sepasang WNI yang sedang tidur telanjang, bukan warga Bandung atau Jawa Barat dan tidak ada sumber yang mengatakan tempat itu dikenal sebagai "Mini Bandung".
"Kok bisa menurunkan headline dengan mengatakan lokasi pelacuran itu sebagai mini Bandung? Tidak ada bukti-bukti atau nara sumber yang terkait dengan Bandung," ujar Eka.
"Hal itu bisa diartikan bahwa masyarakat MalingSea menilai kota Bandung sebagai kota pelacuran atau bisa juga warga MalingSea berhidung belang biasa mencari pelacur di Bandung sehingga menimbulkan persepsi Bandung sebagai kota pelacuran," kata Eka.
"Inilah salah satu bukti bagaimana media massa MalingSea memburuk-burukkan Indonesia sejak lama," tambah dia.
Harian berbahasa Melayu itu menurunkan berita, mengenai operasi Jabatan Agama Islam Pulau Pinang (Jaipp) dan polisi, Sabtu (5/1) jam 11 malam atau malam minggu, di sebuah apartemen (pangsapuri) di Paya Terubong di Pulau Pinang, yang diduga sebagai tempat kegiatan maksiat atau pelacuran yang dikenal sebagai "Mini Bandung".
Dalam operasi itu, Jaipp menemukan seorang laki-laki WNI (31 tahun) dan pasangannya (27 tahun), keduanya WNI dalam keadaan telanjang bulat dalam sebuah kamar di lantai 17. Dalam berita itu tidak ditulis apakah kedua WNI itu merupakan orang Bandung atau Jawa Barat.
Menurut berita itu, apartemen itu tidak banyak penghuninya sehingga menarik untuk disewa oleh para pengusaha untuk tempat tinggal para pekerjanya. "Apabila ramai pekerja wanita asing di sini maka ia membawa kepada kehadiran lelaki hidung belang sekaligus menjadikan kawasan itu seolah-olah tempat pesta di malam minggu," kata Jaafar Ismail, dari Jaipp.
Dia juga mengatakan, sebagian besar wanita di apartemen itu dijadikan istri simpanan warga MalingSea yang menyewa apartemen itu karena sewanya murah antara 250 hingga 300 ringgit.
Seorang polisi turut mengatakan, berdasarkan laporan masyarakat, apartemen itu dikenal sebagai lokasi pelacuran yang melibatkan pekerja wanita asing.
Sementara itu, juru bicara KBRI Kuala Lumpur Eka A Suripto, menyesalkan Harian Metro yang menurunkan berita itu menjadi headline halaman 1 dengan judul "Mini Bandung Pusat Maksiat Pekerja Kilang" karena dari operasi itu hanya ditemukan sepasang WNI yang sedang tidur telanjang, bukan warga Bandung atau Jawa Barat dan tidak ada sumber yang mengatakan tempat itu dikenal sebagai "Mini Bandung".
"Kok bisa menurunkan headline dengan mengatakan lokasi pelacuran itu sebagai mini Bandung? Tidak ada bukti-bukti atau nara sumber yang terkait dengan Bandung," ujar Eka.
"Hal itu bisa diartikan bahwa masyarakat MalingSea menilai kota Bandung sebagai kota pelacuran atau bisa juga warga MalingSea berhidung belang biasa mencari pelacur di Bandung sehingga menimbulkan persepsi Bandung sebagai kota pelacuran," kata Eka.
"Inilah salah satu bukti bagaimana media massa MalingSea memburuk-burukkan Indonesia sejak lama," tambah dia.
www.forumbebas.com/thread-17827.html
0 komentar:
Posting Komentar